Balaraja, Kabupaten Tangerang |kin.co.id–DPP BIAS Indonesia melayangkan kritik keras terhadap aktivitas pemasangan jaringan WiFi milik provider CTM yang berlangsung di Desa Sentul, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang. Temuan di lapangan mengungkapkan bahwa para pekerja melakukan kegiatan teknis tersebut tanpa mengenakan alat pelindung diri (APD), padahal aktivitas dilakukan di ruang publik dengan risiko tinggi.
Yang lebih mengejutkan, salah satu pekerja menyebut bahwa kegiatan pemasangan itu dibekingi oleh oknum RT berinisial L, sebuah pernyataan yang menimbulkan pertanyaan serius terkait integritas dan peran lembaga RT sebagai pelindung masyarakat.
“Jika benar ada RT yang menjadi beking kegiatan pemasangan tanpa APD, ini jelas penyimpangan fungsi. RT bukan perpanjangan tangan korporasi, apalagi dalam kegiatan yang berpotensi membahayakan nyawa orang,” tegas Eky Amartin, Ketua Umum DPP BIAS Indonesia.
Tak hanya menyoroti dugaan keterlibatan oknum RT, DPP BIAS Indonesia juga mengkritik tajam sikap pembiaran yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Sentul. Sekretaris Desa memilih bungkam saat dikonfirmasi oleh wartawan, sementara Kepala Desa tidak memberikan respon meski sudah dihubungi secara langsung melalui pesan WhatsApp oleh Ketua Umum DPP BIAS.
“Diamnya perangkat desa adalah tanda bahwa pengawasan di tingkat desa lumpuh. Ini bukan hanya pelanggaran teknis, tapi juga bentuk pembiaran struktural. Kepala desa dan aparatnya seharusnya menjadi garda terdepan dalam memastikan keselamatan dan ketertiban kegiatan di wilayahnya,” ujar Eky.
Menurutnya, pemasangan provider seperti ini tidak boleh dilakukan tanpa pengawasan yang jelas, apalagi mengabaikan standar keselamatan kerja. Ketiadaan APD, tidak adanya papan informasi kegiatan, serta dugaan adanya backing dari oknum RT mencerminkan bobroknya tata kelola desa yang lemah dalam fungsi kontrol dan tanggung jawab publik.
“Kami minta Kepala Desa Sentul memberikan klarifikasi resmi ke publik. Bila perlu, pihak kecamatan harus turun tangan mengevaluasi kinerja perangkat desa,” lanjutnya.
Eky menegaskan bahwa DPP BIAS Indonesia tidak akan tinggal diam. Jika tidak ada langkah korektif dari pemerintah desa, pihaknya akan menempuh jalur hukum dan administratif yang sesuai, termasuk menyurati instansi terkait dan meminta audit atas kegiatan sejenis di wilayah tersebut.
“Pemerintah desa tidak boleh tutup mata terhadap pelanggaran. Kalau mereka tidak berani bertindak, maka biarkan masyarakat sipil yang mengambil peran untuk menjaga marwah desa,” tutup Eky Amartin. (Red)
(@sli.com)
