Jambore III Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Jawa Timur yang berlangsung di Pantai Grand Watudodol Banyuwangi pada 12–14 September 2025 di Buka Langsung Oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Timur Adhy Karyono Dalam Sambutan Menyoroti Pentingnya Kolaborasi Lintas Sektor Dalam Menghadapi Ancaman Bencana Yang Semakin Kompleks

Banyuwangi | Kin.Co.Id – Upaya memperkuat kesiapsiagaan dan pengurangan risiko bencana di Indonesia kembali ditekankan dalam gelaran Jambore III Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Jawa Timur yang berlangsung di Pantai Grand Watudodol, Banyuwangi, pada 12–14 September 2025.

Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Timur Adhy Karyono dalam sambutannya menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menghadapi ancaman bencana yang semakin kompleks.

 

“Sistem penanggulangan bencana tidak bisa berjalan sendiri. Harus melibatkan unsur pentahelix: pemerintah, akademisi, masyarakat, dunia usaha, dan media,” tegas Adhy dalam pembukaan jambore, Sabtu (13/9/2025).

 

Menurutnya, pendekatan berbasis masyarakat menjadi kunci utama dalam menghadapi kondisi darurat. “Dengan semakin sadar dan berdaya, masyarakat bisa menjadi garda terdepan saat bencana terjadi,” tambahnya.

 

Dengan tema “Together We Are Strong, Humanity for All”, Jambore III FPRB Jatim ini menjadi ajang berbagi praktik baik, membangun kolaborasi, dan meningkatkan kapasitas daerah dalam pengurangan risiko bencana. Acara ini diikuti oleh 803 peserta dari 29 provinsi dan 105 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

“Ini menunjukkan bahwa forum kesiapsiagaan bencana telah berkembang melampaui level provinsi, menjadi ruang sinergi antarprovinsi,” ujar Adhy.Ia juga menekankan pentingnya setiap daerah memiliki pemetaan risiko bencana dan rencana kontingensi, mulai dari identifikasi dampak, estimasi jumlah penduduk terdampak, hingga kesiapan jalur evakuasi.

 

“Seperti di Jepang, kesiapsiagaan harus dibangun secara berulang lewat simulasi. Masyarakat harus tahu apa yang harus dilakukan saat bencana benar-benar terjadi,” ujarnya.

Jambore ini tidak hanya fokus pada diskusi kebijakan, tetapi juga menyajikan berbagai kegiatan edukatif seperti sosialisasi satuan pendidikan aman bencana di enam sekolah, simulasi gempa dan tsunami, serta diskusi kelompok tentang inklusivitas dan aspek hukum dalam forum PRB.

Sekjen FPRB Jawa Timur, Sudarmanto, menjelaskan bahwa jambore ini terbuka untuk semua elemen masyarakat, termasuk kelompok difabel.

“Konsep PRB itu inklusif. Ada peserta dari Tuli, Netra, hingga Daksa yang ikut aktif dalam seluruh rangkaian kegiatan. Semua diberi ruang yang sama untuk berpartisipasi,” katanya.

Kegiatan lain yang mewarnai jambore ini antara lain gebyar seni budaya, simulasi water rescue, koordinasi lintas daerah, aksi konservasi mangrove, serta penyusunan rekomendasi untuk Bulan PRB Nasional.

Deputi Bidang Pencegahan BNPB, Prasinta Dewi, memberikan apresiasi tinggi terhadap pelaksanaan Jambore III FPRB ini.

“Keberadaan FPRB sangat penting karena mampu meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat. Kita harap kegiatan ini berkontribusi nyata dalam menurunkan risiko bencana,” ujarnya.

Dengan beragam kegiatan yang bersifat kolaboratif dan partisipatif, Jambore III FPRB Jatim membuktikan bahwa membangun ketangguhan bencana harus dimulai dari tingkat komunitas, melalui sinergi semua pihak secara berkesinambungan

 

Editor&publisher: mahmudi

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.