Surabaya | Kin.Co.Id — Sistem pelaporan kecelakaan lalu lintas (Lakalantas) yang seharusnya melindungi korban justru diduga menjadi labirin birokrasi yang menyulitkan masyarakat umum. Investigasi awak media menemukan indikasi kuat adanya jalur belakang layar yang membuat pelaporan Lakalantas menjadi mudah bagi pihak tertentu, sementara publik dipaksa berhadapan dengan prosedur rumit dan berlarut-larut.
Sejumlah korban kecelakaan mengaku harus bolak-balik melengkapi persyaratan administrasi, menunggu tanpa kepastian, bahkan menghadapi perubahan mekanisme yang tidak konsisten. Ironisnya, laporan yang melibatkan pihak dengan akses internal disebut dapat diproses cepat, minim persyaratan, dan nyaris tanpa hambatan.
Temuan ini memunculkan dugaan adanya perlakuan ganda dalam pelayanan Lakalantas. Prosedur resmi seolah hanya diberlakukan untuk masyarakat awam, sementara jalur informal justru menjadi jalan pintas yang diam-diam dinormalisasi. Jika benar, maka sistem ini tidak lagi berfungsi sebagai instrumen keadilan, melainkan alat seleksi berbasis akses dan koneksi.

Kondisi tersebut sangat mencederai rasa keadilan korban. Di saat mereka membutuhkan kepastian hukum untuk pengobatan, klaim asuransi, hingga proses hukum lanjutan, mereka justru dihadapkan pada birokrasi yang menguras waktu dan tenaga. Sementara itu, pihak yang memiliki jalur belakang layar seakan kebal terhadap prosedur yang sama.
Awak media telah berupaya mengonfirmasi dugaan ini kepada pihak berwenang yang menangani Lakalantas. Namun hingga berita ini diterbitkan, tidak ada klarifikasi maupun bantahan resmi yang disampaikan. Sikap bungkam tersebut justru mempertebal kecurigaan publik bahwa praktik ini bukan insiden terpisah, melainkan pola pelayanan yang dibiarkan berjalan.
Diamnya pejabat terkait memunculkan pertanyaan keras yang tak terelakkan: mengapa jalur resmi dipersulit, sementara jalur belakang layar justru dimudahkan? Jika prosedur telah berjalan sesuai aturan, semestinya tidak ada alasan untuk menutup diri dari klarifikasi publik.
Awak media menegaskan investigasi ini akan terus berlanjut. Penelusuran terhadap mekanisme internal, dugaan jalur orang dalam, serta pihak-pihak yang diuntungkan akan didalami lebih jauh. Publik kini menunggu keberanian pengawasan internal dan pimpinan institusi untuk membuka praktik ini secara transparan.
Tanpa pembenahan menyeluruh, pelaporan Lakalantas berisiko kehilangan maknanya sebagai perlindungan hukum bagi korban, dan justru berubah menjadi hak istimewa bagi mereka yang memiliki akses belakang layar…..bersambung
