Sukoharjo | kin.co.id- Pemerintah kembali menegaskan larangan keras terhadap penjualan Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kilogram (kg) bersubsidi tanpa izin resmi. Kebijakan ini akan berlaku efektif mulai 1 Februari 2025, di mana penjualan hanya diperbolehkan melalui pangkalan atau penyalur resmi yang terdaftar di Pertamina.
Langkah ini diambil sebagai upaya untuk memastikan distribusi gas bersubsidi tepat sasaran, khususnya bagi rumah tangga kurang mampu dan pelaku usaha mikro. Pemerintah mengakui bahwa praktik penjualan ilegal masih marak terjadi, yang berpotensi menyebabkan kelangkaan pasokan dan manipulasi harga di tingkat pengecer.
Selain untuk menjamin ketepatan distribusi, kebijakan ini juga bertujuan untuk memperkuat pengawasan terhadap penyaluran LPG bersubsidi, memastikan bahwa subsidi benar-benar diterima oleh masyarakat yang berhak. Dengan membatasi jalur distribusi, diharapkan dapat mencegah penyalahgunaan subsidi dan praktik jual beli di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan.
Investigasi tim media, berdasarkan laporan warga, mengungkap sebuah lokasi di Desa Gedangan, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, yang diduga menjadi gudang penyimpanan LPG 3 kg dan 12 kg ilegal.
Saat melakukan penelusuran, tim menemukan aktivitas bongkar muat tabung LPG dalam skala besar. Di lokasi tersebut, tim bertemu dengan seorang pria bernama Deni, yang mengaku sebagai pemilik gudang dan juga anggota Polresta Surakarta dari bagian Reserse Narkoba (Resnarkoba).
Deni mengklaim bahwa usaha tersebut adalah milik istrinya dan menyatakan bahwa warga sekitar tidak merasa terganggu dengan kegiatan di lokasi tersebut.
Namun, observasi di lapangan menunjukkan bahwa tidak ada plang resmi agen elpiji Pertamina, menimbulkan pertanyaan serius tentang legalitas operasional tempat tersebut. Dugaan pelanggaran ini menjadi perhatian utama karena melibatkan oknum aparat penegak hukum.
Pemerintah dan Pertamina menegaskan komitmen mereka untuk menindak tegas siapa pun yang terlibat dalam penjualan LPG ilegal, tanpa terkecuali, termasuk jika pelaku berasal dari kalangan aparat.
Sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha dapat langsung diterapkan oleh Pertamina. Sementara itu, pelanggaran yang lebih berat akan diproses sesuai dengan:
– Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi; dan
– Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Pelanggar dapat menghadapi hukuman pidana penjara hingga enam tahun dan denda hingga puluhan miliar rupiah. Jika terbukti melibatkan aparat penegak hukum, sanksi tambahan berupa tindakan disipliner hingga pemberhentian tidak hormat akan diberlakukan sesuai dengan peraturan internal Kepolisian Republik Indonesia.
Untuk beroperasi secara legal, pelaku usaha harus terdaftar sebagai agen atau pangkalan resmi Pertamina dengan memenuhi persyaratan berikut:
1. Memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) melalui sistem Online Single Submission (OSS).
2. Mendaftar kemitraan secara daring melalui situs resmi kemitraan Pertamina.
3. Menyediakan dokumen administrasi yang lengkap, seperti KTP, NPWP, bukti kepemilikan/sewa lahan, dan rekening bank yang aktif.
Dengan memenuhi persyaratan ini, pelaku usaha dapat beroperasi secara legal dan mendukung upaya pemerintah dalam menjaga distribusi LPG bersubsidi yang aman, tepat sasaran, dan bebas dari praktik penyimpangan.
Pemerintah menekankan bahwa penegakan hukum harus dilakukan secara adil dan transparan tanpa memandang status. Masyarakat berhak mengetahui perkembangan proses hukum secara terbuka, terutama jika ada indikasi keterlibatan aparat dalam penjualan ilegal.
Langkah tegas ini diharapkan menjadi peringatan bagi semua pihak agar tidak menyalahgunakan distribusi LPG 3 kg bersubsidi, yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.