Cisoka, Kabupaten Tangerang |kin.co.id
– Tragedi maut terjadi di proyek betonisasi Jalan Cisoka–Tigaraksa, Kabupaten Tangerang. Seorang pengendara motor tewas terlindas truk pengangkut tanah bersumbu tiga, di jalur proyek yang belum selesai namun sudah dibuka untuk kendaraan berat. Satu nyawa melayang akibat kelalaian yang nyata dari pelaksana proyek dan lemahnya pengawasan instansi terkait.
Dewan Pimpinan Pusat Badan Independent Anti Suap (DPP BIAS Indonesia) mengecam keras insiden ini. Ketua Umum, Eky Amartin, menyatakan bahwa kejadian tersebut bukan sekadar kecelakaan, tetapi akibat pembiaran sistemik yang berujung fatal.
“Ini bukan insiden biasa. Satu nyawa rakyat melayang karena proyek yang belum selesai dibiarkan dilintasi truk bertonase besar. Ini adalah kelalaian moral, pengkhianatan terhadap amanah publik, dan kegagalan fungsi pengawasan yang nyata,” tegas Eky dengan nada geram.
Setiap malam, puluhan truk tanah mengular panjang melewati jalan yang belum siap. Debu tebal, kondisi jalan licin, dan risiko kecelakaan yang tinggi membuat warga sekitar muak. Mereka menolak keras aktivitas ini karena takut korban berikutnya akan terus bertambah.
“Warga sudah lelah. Kami bukan menolak pembangunan, tapi menolak proyek yang bisa membunuh. Jalan ini seharusnya aman, bukan menjadi arena maut,” kata seorang warga yang ditemui tim DPP BIAS.
Eky menekankan, pelaksana proyek, konsultan pengawas, hingga Dinas PUPR Provinsi Banten wajib bertanggung jawab. Jalan yang belum rampung seharusnya ditutup untuk kendaraan berat, bukan dibuka begitu saja. Proyek pemerintah bukan hanya soal membangun infrastruktur, tetapi soal menjaga nyawa rakyat.
“Keselamatan publik tidak bisa dikompromikan. Semua aspek harus diperiksa, pelaksanaan proyek, pengawasan teknis, keselamatan kerja, lalu lintas, hingga dampak sosial dan lingkungan. Semua harus transparan,” ujar Eky.
DPP BIAS Indonesia akan menurunkan tim investigasi independen untuk mengumpulkan bukti. Bila ditemukan kelalaian atau pembiaran, laporan resmi akan diserahkan ke aparat penegak hukum agar kasus ini tidak berhenti di level administratif.
Sebagai bentuk tekanan serius, Eky menuntut evaluasi total proyek dan penghentian sementara aktivitas truk tanah.

“Satu nyawa sudah melayang, jangan tunggu korban berikutnya. Bila tidak ada tindakan tegas, DPP BIAS akan bertindak bersama masyarakat. Negara tidak boleh diam ketika rakyatnya menjadi korban dari proyek yang dibiayai uang rakyat sendiri,” tutup Eky Amartin.**
