SIM D dan D1 Resmi Dilayani di Satpas Colombo, Wujud Kesetaraan Hak Berkendara bagi Disabilitas

Surabaya | Kin.Co.Id  — Pelayanan penerbitan SIM D dan SIM D1 bagi penyandang disabilitas resmi dibuka di Satpas Colombo Polrestabes Surabaya. Kebijakan ini diklaim sebagai wujud kesetaraan hak berkendara dan implementasi Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021. Namun di balik peresmian tersebut, muncul pertanyaan krusial: sejauh mana layanan ini benar-benar berjalan inklusif, konsisten, dan bebas dari diskriminasi terselubung?

Secara normatif, proses penerbitan SIM D dan D1 disebut sama dengan SIM umum—meliputi persyaratan administrasi, pemeriksaan kesehatan, tes psikologi, hingga uji teori dan praktik—dengan penyesuaian sesuai kondisi pemohon disabilitas. Penyesuaian ini dimaksudkan sebagai bentuk keadilan layanan, bukan pelonggaran standar keselamatan.

Kanit Regident Satpas Colombo Polrestabes Surabaya, AKP Tri Arda Meidiansyah, S.Tr.K., S.I.K., melalui Kasubnit Ipda Hariyo, menegaskan bahwa SIM D dan D1 memberikan legalitas berkendara bagi penyandang disabilitas yang dinyatakan mampu mengemudi secara aman. “Prinsipnya tetap keselamatan dan kompetensi. Tidak ada perlakuan khusus di luar aturan,” ujarnya.

Namun hasil penelusuran awak media menunjukkan bahwa tantangan utama bukan pada regulasi, melainkan pada konsistensi implementasi di lapangan. Akses informasi, kesiapan sarana uji praktik yang ramah disabilitas, hingga pemahaman petugas terhadap kebutuhan spesifik pemohon menjadi faktor penentu apakah kebijakan ini benar-benar inklusif atau sekadar formalitas administratif.

Di sisi lain, pemohon SIM D bernama Agus Hafenda, warga Surabaya, mengaku mendapatkan pelayanan yang humanis dan profesional. Ia menyebut proses uji teori dan praktik berjalan jelas dan menghargai pemohon sebagai subjek hukum yang setara. “SIM ini penting untuk keselamatan dan kepastian hukum saat berkendara,” katanya.

Meski demikian, pelayanan positif pada satu pengalaman tidak serta-merta menutup kebutuhan pengawasan berkelanjutan. Layanan khusus disabilitas berpotensi menyimpang bila tidak diawasi secara ketat—baik dalam bentuk pembatasan akses, perbedaan perlakuan, maupun potensi birokrasi yang menyulitkan pemohon tertentu.

Penerbitan SIM D dan D1 di Satpas Colombo patut diapresiasi sebagai langkah maju. Namun kesetaraan hak berkendara tidak cukup diukur dari peresmian layanan, melainkan dari praktik sehari-hari yang transparan, konsisten, dan bebas diskriminasi. Publik kini menanti komitmen berkelanjutan aparat: memastikan kebijakan ini tidak hanya ramah di atas kertas, tetapi adil dalam pelaksanaannya.

Karena kesetaraan sejati bukan soal siapa yang diberi layanan—melainkan bagaimana layanan itu dijalankan tanpa pengecualian dan tanpa hambatan tersembunyi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *