Sleman | Kin.Co.Id – Podcast Ngopi Saras edisi terbaru kembali hadir dengan tema menarik yang sangat relevan dengan isu lingkungan dan kesehatan masyarakat. Dalam sesi bertajuk “Air, Kesehatan, dan Ketahanan Pangan: Membangun Solusi Bersama dari Awal,” hadir tiga narasumber utama yang kompeten di bidangnya. Mereka adalah Sri Wahyuningsih, S.Ag., praktisi sekaligus founder Sekolah Hujan Banyu Bening Sleman Yogyakarta; Julianto Wibowo, analis mitigasi bencana dan manajer Pusat Pengendalian Operasi BPBD DIY; serta dr. Margono Gatot, SpJP, spesialis jantung dari RSPAU dr. S. Hardjolukito.
Dalam diskusi, Sri Wahyuningsih menekankan bahwa air adalah unsur penting kehidupan, baik bagi bumi maupun tubuh manusia yang 80 persennya terdiri dari air. Ia menjelaskan bahwa pemenuhan cairan tubuh perlu diperhatikan, dengan takaran konsumsi harian minimal berat badan dikali 3 cc dan maksimal berat badan dikali 5 cc. Air hujan dinilai sangat bermanfaat karena tergolong soft water yang mudah diserap oleh sel tubuh. Pemanfaatannya bukan hanya untuk menjaga metabolisme, melainkan juga membersihkan sel, membawa nutrisi ke seluruh jaringan, serta mempertahankan kelembaban sel sehingga mencegah penuaan dini maupun penyakit akibat dehidrasi.
Sementara itu, Julianto Wibowo menyoroti persoalan ketersediaan air di DIY yang kerap menghadapi dua sisi ekstrem: kekeringan saat musim kemarau dan banjir ketika musim hujan. Menurutnya, paradigma penanganan bencana harus bergeser dari reaktif menjadi preventif. Salah satunya dengan mendorong masyarakat agar memanfaatkan air hujan melalui penampungan, sumur resapan, dan pengelolaan berbasis regulasi yang sudah diatur oleh pemerintah. Upaya ini diharapkan menjaga stabilitas air tanah sekaligus mengurangi risiko bencana.
Dari perspektif kesehatan, dr. Margono menilai ketersediaan air bersih erat kaitannya dengan upaya menjaga kualitas hidup masyarakat. Selama ini, RSPAU sering menyalurkan bantuan air ke daerah kering seperti Gunungkidul. Namun ia mengakui bahwa pendekatan semacam ini harus dilengkapi dengan edukasi dan pemberdayaan agar masyarakat mampu mandiri. Program pemanfaatan air hujan dinilai sejalan dengan visi pemerintah tentang ketahanan air, ketahanan pangan, hingga penurunan angka stunting.
Para narasumber sepakat bahwa pengelolaan air hujan perlu ditingkatkan menjadi budaya masyarakat, bukan sekadar program sementara. Melalui konsep lumbung air hujan yang dikenalkan oleh Banyu Bening, masyarakat dapat belajar mengelola air secara sederhana namun efektif, mulai dari penampungan, penyaringan, hingga manajemen penggunaan di musim kemarau. Dengan demikian, suasembada air dapat terwujud dan menjadi dasar bagi tercapainya suasembada pangan.
Diskusi ditutup dengan pesan bersama bahwa sinergi antara sektor lingkungan, kebencanaan, dan kesehatan sangat penting dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Pemanfaatan air hujan diyakini bukan hanya solusi praktis, melainkan juga langkah strategis menjaga keberlanjutan sumber daya air di masa depan.
Kontributor : Ainaya Nurfadila
Editor&publisher: mahmudi